Sabtu, 24 November 2012

Suntik Pelangsing, Amankah?

Banyak orang cenderung ingin punya tubuh langsing dengan cara instan. Hal ini tentu saja membuka peluang usaha pelangsingan instan menjamur di mana-mana. Mulai  yang menawarkan sedot lemak (liposuction), sampai yang tak perlu merasa lapar (pakai obat tertentu).

Sayangnya, tak semua pelangsingan cara cepat ini aman ditempuh. Beberapa obat pelangsing yang digunakan juga bisa menimbulkan risiko kesehatan serius. Salah satunya obat pelangsing jenis suntik atau injeksi (intravena). Obat jenis ini umumnya ditujukan untuk menambah tingkat kecerahan pada kulit dan mengurangi kerutan-kerutan akibat proses penuaan. Obat injeksi yang digunakan pada umumnya mengandung vitamin C dosis tinggi (sekitar 1000 mg), ekstrak plasenta (dosis tinggi kolagen dan elastin), dan Tationil (gluthation atau suatu zat antioksidan). Vitamin C dosis tinggi ini jika diberikan kepada orang yang fungsi ginjalnya sudah menurun justru bisa menyebabkan gangguan ginjal serius.

Suntikan obat-obatan ini juga biasanya membuat penggunanya akan merasa penasaran untuk terus menerus menggunakannya hingga mencapai target tertentu. Jadi, terkadang tampak seperti ada efek adiksi (kecanduan). Berbeda dengan penggunaan obat yang bersifat CNS stimulant (perangsang saraf pusat), seperti amfetamin dan turunannya (metamfetamin, efedrin, fenilpropanolamin, dll).

“Penggunaan obat ini bisa menimbulkan efek toleransi, yaitu kebutuhan akan dosis yang lebih tinggi untuk bisa mencapai efek sama, serta gejala putus obat (withdrawal effect) jika pemberiannya langsung dihentikan,” ungkap dr. Nicolaski Lumbuun, Sp.FK, spesialis farmakologi klinik, Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan, Karawaci.

Sayangnya lagi, tak banyak orang mau tahu lebih jauh soal obat pelangsing ini, sehingga mudah saja menggunakannya. Mereka baru terpikir untuk berhenti ketika sudah terlanjur merasakan dampak negatifnya. Nah, agar tak salah memilih cara untuk melangsingkan tubuh, ketahui dulu semua informasinya sebelum terperosok ke dalam dampak buruknya.

Suntik Vs Oral
Di antara sekian banyak jenis obat pelangsing yang beredar di pasaran, di antaranya menawarkan efek rasa kenyang dengan serat fiber, menghambat penyerapan lemak, memanipulasi enzim pencernaan, hingga menekan nafsu makan dari susunan syaraf pusat. Tak hanya dalam sediaan obat oral atau tablet saja, tapi juga dalam bentuk injeksi atau ampul.

Menurut Nico, dari sisi keamanannya, penggunaan obat-obatan jenis injeksi sudah barang tentu lebih mudah menimbulkan risiko ketimbang obat oral. Pertama, pemberian injeksi ke dalam sirkulasi darah (intravena) akan mengundang risiko infeksi jika alat suntik dan cara penyuntikannya tidak steril. Kedua, pemberian obat dengan dosis relatif tinggi langsung ke dalam intravena akan membebani organ vital seperti ginjal dan hati, yang merupakan organ utama dalam menetralisasi efek obat. Ketiga, ada referensi yang menyatakan, pemberian obat intravena lebih mudah menimbulkan efek samping alergi dibandingkan bila diberikan per oral.

Hal lainnya, jika didapati efek toksik atau efek samping segera setelah pemberian obat intravena, akan sangat sulit mengurangi kadar obat di dalam darah. Tidak seperti  pada pemberian per oral, efek samping negatif dapat ditangani dengan cara merangsang muntah atau bilas lambung jika proses penelananmya masih kurang dari 2 jam.

Cara Kerja dan Efek Samping
Sejumlah obat pelangsing yang diberikan secara oral memang sudah diberi ijin edar oleh pemerintah secara resmi, di antaranya yang mengandung orlistat dan sibutramineSibutramine adalah sejenis bahan yang bekerja menekan nafsu makan dengan menghambat inaktivasi serotonin-norepinephrine di dalam otak. Kedua hormon ini dipercaya sebagai neurotransmitter yang berperan menghantarkan sinyal yang berhubungan dengan selera makan. Dengan demikian, orang yang mengonsumsi sibutramine beberapa saat sebelum makan, tidak akan makan secara berlebihan ketika tiba waktunya makan. Tidak disebutkan adanya adiksi terhadap obat ini, sehingga dianggap cukup aman untuk membantu memperbaiki pola makan seseorang.

Sedangkan orlistat, bekerja menghambat absorbsi lemak pada pencernaan. Bahan ini merupakan derifat lipstatin yang menghambat enzim lipase, yang diproduksi pankreas untuk mengurai lemak menjadi bentuk yang mudah diserap. Sehingga penyerapan lemak di usus sangat berkurang, dan banyak lemak ikut terbuang ke dalam feses. Lemak yang ikut keluar bersama feses ini menyebabkan konsistensi feses menjadi sangat lembek dan berminyak. Tak heran bila banyak pengguna orlistat mengeluhkan sulitnya menahan rasa ingin buang air besar (BAB). Selebihnya, obat ini tidak menimbulkan efek samping pada kesehatan secara menyeluruh.

Phenylpropanolamine (PPA) yang umum terkandung dalam obat dekongestan juga dapat digunakan untuk menekan nafsu makan. Dengan penggunaan sekitar 150 mg, propanolamine akan memberikan efek segar, waspada, dan mengurangi nafsu makan. Obat ini sifatnya merangsang sistem adrenergic yang bekerja meningkatkan tekanan darah dengan cara membuat vasokonstriksi pembuluh darah, meningkatkan frekuensi denyut jantung pada kekuatan kontraksi otot jantung, sehingga kerja jantung jadi lebih berat. Bagi penderita hipertensi dan berpenyakit jantung, dapat mengakibatkan stroke.

Di Amerika, obat flu dengan kandungan ini di atas 50 mg, dibatasi penggunaannya, karena terbukti sering disalahgunakan sebagai obat pelangsing. Lain lagi dengan obat pelangsing yang mengandung metamphetamine, yang merupakan bahan yang populer dan sering pula disalahgunakan (drug abuse). Sebenarnya amphetamine adalah obat yang digunakan untuk terapi anak dengan gangguan atensi-konsentrasi serta hiperaktif (ADHD). Selain itu, juga digunakan sebagai obat penghilang rasa kantuk pada kasus narkolepsi (gangguan tidur) dan sindroma keletihan kronik.

Perlu Terapi Lain
Cara kerja amphetamine/ metamphetamine yaitu meningkatkan produksi norepinephrine, serotonin, dan dopamine pada otak sehingga menimbulkan perasaan selalu segar, bergairah, berkonsentrasi, tidak letih, dan lainnya. Namun, efek lainnya menyebabkan kita jadi tak punya nafsu makan. Ini sebagai efek dari peningkatan adregenic yang menghambat inaktivasi noradrenalin di otak. Sayangnya, beberapa pemakaian menunjukkan adanya peningkatan kebutuhan jika digunakan selama beberapa lama. Inilah yang menyebabkan kondisi adiksi terhadap amphetamine.

Obat pelangsing lainnya yang umum digunakan adalah L-Carnitine, bahan hasil biosintesis dari lysin asam amino dan metionin yang dibutuhkan sel untuk mengangkut lemak dari cytosol ke mitokondria. Sel menggunakan banyak energi untuk membentuk otot ketimbang menyisakan lemak untuk ditimbun dalam jaringan. Penggunaan L-Carnitine tidak mengubah pola makan, hanya mereduksi penumpukan lemak tubuh saja.

Dari sekian obat pelangsing yang digunakan, amphetamine/metamphetamine menduduki rangking pengawasan lebih ketat. Risiko adiksi, intoksikasi, dan stroke yang mungkin dialami, membuat penggunaan amfetamin lalu dibatasi dalam undang-undang psikotropika. Namun, bila sudah terlanjur menggunakan obat pelangsing jenis ini dan menimbulkan adiksi, penggunaanya tak bisa sekonyong-konyong dihentikan, karena pemakainya bisa mengalami gejala putus obat dengan gejala lemas, hipotensi, tak bisa konsentrasi, gangguan emosi atau mood, depresi, cemas, serta gejala psikiatrik lainnya.

Oleh karena itu, untuk melepaskan diri dari ketergantungan terhadap amphetamine ini perlu dilakukan perawatan khusus, seperti menurunkan dosis penggunaan obat secara bertahap, disertai dukungan terapi lainnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar